Register Now!

    Takbir Di Luar Waktunya

    Dzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan hijriyyah yang mulia (al Asyhur  al hurum), maka dari itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal sholeh pada bulan ini, mulai puasa, dzkir dan yang lainnya.

    Dalam bulan ini juga terdapat Hari tasyrik, yaitu tanggal 11 sampai 13 pada bulan dzulhijjah. Hari tasyrik disebut hari makan karena pada hari itu diharamkan berpuasa dan juga di sebut hari dzikir, karena pada hari – hari ini ummat islam selain orang yang berhaji dianjurkan berdzikir dan mengumandangkan takbir. Takbir disini adalah takbir muqoyyad artinya takbir yang dibaca setelah sholat, baik sholat wajib ataupuan sholat sunnah.

    Secara konsep fikih Takbir yang dikumandangkan di luar sholat dan khuthbah terbagi menjadi dua, takbir mursal dan takbir muqoyyad. Takbir mursal adalah takbir yang tidak yang tidak di batasi, artinya takbir yang dikumandangkan bukan setelah melakukan sholat. Takbir ini dilakukan mulai terbenamnya matahari dari malam hari raya baik idul fitri ataupun idul adha sampai sholat id dilaksanakan. Imam Abi syuja’ dalam taqrib mengatakan;

    وَيُكَبِّرُ مِنْ غُرُوْبِ الشَّمْسِ مِنْ لَيْلَةِ الْعِيْدِ إِلَى أَنْ يَدْخُلَ الْإِمَامُ فِي الصَّلَاةِ

    Seseorang melaksanakan takbir (mursal) mulai dari terbenamnya matahari pada malam hari raya sampai imam melaksanakan sholat

    Sedangkan takbir muqoyyad adalah takbir yang dikumandangkan setelah sholat, baik sholat wajib maupun sholat sunnah. Takbir ini di mulai dari setelah pelaksanaan sholat subuh pada hari ‘Arofah atau tanggal 9 dzulhijjah sampai dengan setelah sholat asar pada hari tasyrik terakhir.

    Takbir Muqoyyad ini didasarkan pada sebuah Hadits, yaitu :

    (وَ) يُكَبِّرُ (فِيْ) عِيْدِ (الْأَضْحَى خَلْفَ الصَّلَوَاتِ الْمَفْرُوْضَاتِ) مِنْ مُؤَدَّاةٍ وَفَائِتَةٍ وَكَذَا خَلْفَ رَاتِبَةٍ وَنَفْلٍ مُطْلَقٍ وَصَلَاة ِجَنَازَةٍ (مِنْ صُبْحِ يَوْمِ عَرَفَةَ إِلَى الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ)

    Dan seseorang mengumandangkan Takbir (muqoyyad) pada hari raya kurban setelah menunaikan setiap shalat, baik ada’ ataupun qodho’, setelah sholat sunnah rowatib, sholat sunnah muthlak dan sholat jenazah di mulai setelah shalat Subuh pada hari Arafah hingga setelah melakukan shalat Asar pada hari Tasyriq terakhir.

    Kalua kita lihat disekitar kita masih banyak kita temui yang mengumandangkan takbir diluar waktu yang telah ditentukan, bagaimanakah sebenarnya hal tersebut dalam pandangan fikih?

    Pada dasarnya takbir adalah dzikir sehingga ketika di kumandangkan tentu hukumya boleh – boleh saja, sebagaimana melakukan sholat witir secara jama’ah padahal tidak disunnahkan atau dalam permasalahan membaca keras bacaan sholat di waktu yang disunnahkan lirih, dengan syarat jika tidak bebarengan dengan hal – hal yang diharamkan, seperti menyakiti kepada orang lain, menimbulkan persepsi orang awam bahwa hal itu di syariatkan.

    Imam Abdurrohman Bin Muhammad Bin Husein dalam Bughyatul mustarsyidin hal 136 menyebutkan;

     تُبُاحُ الْجَمَاعَةُ فِيْ نَحْوِ الْوِتْرِ وَالتَّسْبِيْحِ فَلَا كَرَاهَةَ فِيْ ذَلِكَ وَلَا ثَوَابَ، نَعَمْ إِنْ قَصَدَ تَعْلِيْمَ الْمُصَلِّيْنَ وَتَحْرِيْضَهُمْ كَانَ لَهُ ثَوَابٌ، وَأَيُّ ثَوَابٍ بِالنِّيَةِ الْحَسَنَةِ، فَكَمَا يُبَاحُ الْجَهْرُ فِيْ مَوْضِعِ الْإِسْرَارِ الَّذِيْ هُوَ مَكْرُوْهٌ لِلتَّعْلِيْمِ فَأُوْلَى مَا أَصْلُهُ الْإِبَاحَةُ، وَكَمَا يُثَابُ فِي اْلمُبَاحَاتِ إِذَا قَصَدَ بِهَا الْقُرْبَةَ كَالتَّقَوِّي بِاْلأَكْلِ عَلَى الطَّاعَةِ، هَذَا إِذَا لَمْ يَقْتَرِنْ بِذَلِكَ مَحْذُوْرٌ، كَنَحْوِ إِيْذَاءٍ أَوْ اِعْتِقَادِ الْعَامَّةِ مَشْرُوْعِيَّةَ الْجَمَاعَةِ وَإِلَّا فَلَا ثَوَابَ بَلْ يَحْرُمُ وَيُمْنَعُ مِنْهَا.

    “Diperbolehkan melaksanakan sholat witir, tasbih atau sesamanya, sehingga tidak makruh dan tidak mendapatkan kesunahan. Akan tetapi bila tujuannya adalah memberikan pengajaran dan memberikan dorongan kepada orang – orang sholat, maka akana mendapatkan pahala atas niat baiknya. Sebagaimana diperbolehkan membaca keras bacaan sholat dalam waktu lirih, yang mana hukumnya adalah makruh apalagi untuk perkara yang asalnya mubah. Sebagaimana seseorang akan mendapatkan pahala melakukan perkara mubah dengan tujuan ibadah, seperti makan dengan tujuan agar kuat beribadah. Dengan syarat apabila hal ini tidak bebarengan dengan hal – hal yang diharamkan, seperti menyakiti orang lain, menimbulkan anggapan bagi orang awam bahwa hal tersebut di syariatkan. Apabila demikian maka hukumnya haram.

    Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa mengumandakan takbir di luar waktunya adalah boleh selama tidak bebarengan dengan hal – hal yang di haramkan seperti mengganggu orang lain atau menimbulkan anggapan bagi orang awam bahwa hal tersebut di syariatkan. Wallahu a’lam bishowab

    di tulis oleh Ahmad Faiz, mahasantri semester 7 MA Tarbiyatunnasyiin

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *